Header Ads

Beriklan

Idul Fitri Sebagai Momen Pencapaian Kesejahteraan Individu (Subjective Well-being)

Idul Fitri adalah hari raya bagi umat muslim sedunia. Hari yang menjadi momen puncak kebahagiaan. Kalau dulu sebelum masa pandemi Covid-19 melanda, puncak kebahagiaan tahunan ini benar-benar menjadi hari yang ditunggu. Betapa tidak? Di Indonesia, sudah menjadi tradisi bahwa seluruh anggota keluarga akan berkumpul yang pada hari-hari sebelumnya mereka terpisah jarak.

Sumber gambar: www.islamicity.org

Nah, saat berkumpul itulah tradisi tersebut melazimkan setiap pribadi untuk meminta maaf sekaligus memberi maaf satu sama lain. Momen pemaafan (forgiveness) ini barangkali unik. Namun, begitulah yang terjadi di Indonesia. Meski demikian, hal ini rupanya justru memberi dampak positif bagi orang-orang yang terlibat dalam aktualisasi forgiveness. Menurut penelitian, forgiveness dapat memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan batin seseorang (subjective well-being) termasuk kebahagiaan (happiness) yang ada di dalamnya (Allemand, Patrick, Ghaemmaghami, & Martin, 2012; Datu, 2013; Yalcin & Malkoc, 2014; Roxas, David, & Aruta, 2019).

Apa itu subjective wellbeing?
Subjective well-being adalah pandangan yang bersifat subjektif dari keseluruhan kehidupan yang dimiliki individu terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan yang dirasakan.

Seseorang yang memiliki subjective well-being yang baik akan mendapat dampak yang positif pada dirinya, seperti meningkatnya kepuasan hidup (life satisfaction), kesehatan, mampu mengendalikan emosi, dan siap menghadapi masalah. Oleh karena itu, peran ibadah puasa Ramadhan yang dilakukan oleh seorang muslim amat bermakna. Selepas Ramadhan usai, mereka bersedih karena telah lama larut mensyukuri segala hal yang dialami (gratitude), seperti puasa (menahan lapar dan dahaga), ibadah malam (tarawih dan membaca alquran), serta kepayahan bangun dini hari untuk bersantap sahur. Hal ini mereka alami 29-30 hari alias sebulan penuh. Lantas, menjelang Ramadan mereka dengan penuh rasa ikhlas menyalurkan sebagian hartanya untuk membayar zakat dan bersedekah. Sementara itu, bagi orang fakir, miskin, dan beberapa golongan yang masuk kriteria menerima pembagian zakat. Tibalah di hari raya Idul Fitri, setiap muslim mencapai puncak kemenangan dan telah benar-benar merasa berhasil melewati 'ujian'. Mereka pun mengalami peningkatan kebersyukuran (gratitude) dan mudah untuk aktif terlibat dalam pemaafan (forgiveness) yang pada gilirannya merasakan subjective well-being yang meningkat.

Rutinitas puasa dan berbagai ibadah serta aktivitas yang ada selama bulan Ramadhan menjadi bentuk penggemblengan mental dan spiritual, selain juga mungkin aspek sosial dan emosional. Hal ini menjadi bentuk terapi hypnosis massal untuk menyingkirkan atau mereduksi kebiasaan buruk sehingga menghasilkan perubahan perilaku yang lebih baik. Seseorang yang mampu menghayatinya dengan tulus dan mendalam, sesungguhnya ia telah melakukan proses self-hypnosis sepanjang hari (mengalami repetition) selama sebulan penuh. Apabila benar demikian, niscaya orang tersebut akan merasakan betul perubahan dalam dirinya setelah Ramadhan berlalu sehingga menjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya, yang mungkin lebih baik. Sebaliknya, bagi seseorang yang tak mampu menghayati dan tulus melibatkan diri dalam peristiwa "Ramadhan", ia pun akan merasa biasa-biasa saja walaupun sempat mencapai peak experience sebagaimana kebanyakan orang yang merayakan Idul Fitri. Sekarang, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda merasakan subjective well-being yang meningkat di hari raya ini?


Referensi:

Allemand, M., Hill, P. L., Ghaemmaghami, P., & Martin, M. (2012). Forgivingness and subjective wellbeing in adulthood: The moderating role of future time perspective. Journal of Research in Personality, 46(1), 32–39. Doi:10.1016/j.jrp.2011.11.004.
Datu, J.A (2013). Forgiveness, gratitude and subjective well-being among Filipino adolescents. International Journal for the Advancement of Counselling, 36(3), 262–273. Doi:10.1007/s10447-013-9205-9.
Yalçın, Ä°., & Malkoç, A. (2014). The relationship between meaning in life and subjective well-being: forgiveness and hope as mediators. Journal of Happiness Studies, 16(4), 915–929. Doi:10.1007/s10902-014-9540-5
Roxas, M. M., David, A. P., & Aruta, J. J. B. R. (2019). Compassion, forgiveness and subjective wellbeing among filipino counseling professionals. International Journal for the Advancement of Counselling. Doi:10.1007/s10447-019-09374-w



3 komentar:

wa